Minggu, 01 Juni 2008

DI DOA IBUKU NAMAKU DISEBUT

Maria Virginia (bukan nama sebenarnya) tumbuh dan berkembang dalam keluarga katolik yang kental. Ayah dan ibu Maria adalah tokoh dalam stasinya. Mereka selalu tekun berdoa dan setiap hari mereka mengikuti Ekaristi. Selepas kerja, mereka sibuk membantu di stasi dimana mereka tinggal. Maka tidaklah mengherankan bila Maria sejak umur 5 tahun sudah menghafal doa rosario dengan peristiwa-peristiwanya (waktu itu hanya ada 3 peristiwa-peristiwa : gembira, sedih dan mulia). Di samping sang ayah sebagai ketua wilayah, ayah pun sibuk dengan urusan administrasi di kampungnya sebagai sekretaris. Maka tidaklah mengherankan bila Maria sejak kecil dikenal se antero kampungnya. Mereka berdecak kagum akan hidup keluarga Felix Atma. Luar biasa ! kata orang. Mana bisa orang membagi diri sedemikian sempurna ?! Kehidupan agama dijalankan dengan baik, kehidupan bermasyarakat pun tidak ketinggalan. Inilah anugerah yang diterima oleh keluarga Maria Virginia.
Waktu terus berlalu. Tiba akhirnya Maria harus meninggalkan kampungnya untuk melanjutkan studinya di kota. Di kota, ternyata Maria juga cukup dikenal. Ia trampil, luwes dan bersahaja, suara merdu dan penampilannya membuat decak kagum. Karena itu tidaklah heran, banyak pria muda meliriknya karena ia menjadi ëbungaí kelas. Namun setiap kali ada yang mendekatinya, Maria mengatakan bahwa hubungan mereka hanya boleh sebatas teman atau saudara, tidak lebih dari itu. Studi di SMA bukan untuk merencanakan cepat-cepat berumah tangga, apalagi dengan cara yang kurang bertanggung jawab. Karena itu ia harus mempunyai prinsip. ìBelajar adalah yang utama dalam masa muda; Belajar untuk mempersiapkan masa depan yang lebih ceria; Belajar adalah perjuangan bagi hidup kelakî. Maka Maria mencoba terus belajar dengan lebih serius agar ia tetap berada dalam lima besar. Karena itu Maria cukup disiplin. Disiplin harus dimulai dari diri sendiri, gumamnya suatu ketika.
Waktu terus berlalu. Maria semakin dewasa. Maka dengan perjuangan yang tak pernah henti, Maria dapat diterima di Perguruan Tinggi. Di sana ia semakin berkembang sebagai mahasiswi. Ia dengan cepat dikenal. Sehingga seperti peribahasa ada gula ada semut†; demikianlah Maria. Banyak pemuda yang mendekatinya, namun ditampiknya. Hingga, pada suatu hari ada seorang yang bernama Aria. Pertemuan pertama membuat Maria salah tingkah. Apakah ini panah asmara†? Belum pernah ia merasakan hal ini sedemikian rupa. Aria adalah seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran yang pandai bermain musik, suka menyanyi†; Sedangkan dirinya berada di Fakultas Teknik, suka menyanyi dan berorganisasi. Tampaknya klop. Maria jatuh hati. Hatinya berbunga-bunga. Hampir setiap hari mereka berduaan. Itulah cinta yang tak dapat dielakkan. Hari-hari menjelang pembuatan skripsi dimulai ternyata cinta itu dimulai juga tanpa dapat dielakkan. Maka mereka nikmati. Ternyata ketika hati sudah bertaut, ada sebuah ganjalan. Kedua orangtua Maria dan Aria sama-sama aktif dalam bidang agamanya masing-masing. Putus ?! Tak mungkin ! Karena Maria adalah Putri bagi Aria dan Aria adalah Pangerannya Maria. mereka tidak mau dan mampu dipisahkan. Cinta telah terpateri dalam kehidupan mereka. Apa jalan keluar yang harus diambil ? Dispensasi sudah dianjurkan namun tidak diterima pihak Aria. Maria bingung. AkhirnyaÖsalah seorang harus mengalah. Siapa yang mengalah ? Ternyata Maria. Maka hebohlah Gereja. Banyak orang yang tidak mengerti persoalan, mulai berpendapat macam-macam. Ada yang positif, tetapi cukup banyak juga yang negatif. Kedua orangtua Maria hanya bisa menangis dan pasrah. Dalam kepanikan tersebut, mereka segera datang untuk berkonsultasi dengan pastor. Memang mereka amat takut dengan pikiran : ìJangan-jangan ditolak. Atau bahkan lebih daripada itu ? tetapi ternyata, nasehatlah yang didapat. Nasehat itu kini tinggal kenangan. Sebab waktu berlalu begitu cepat.
Nasehat yang masih diingat adalah:
1. Bila anda punya persoalan, jangan berpikir bahwa Allah meninggalkan anda. Tutuplah mata, mulut dan telinga; bukalah hatimu dihadapan Tuhan.
2. Berdoalah selalu dan selalu, sambil menyerahkan diri, terutama dalam Ekaristi dan doa-doa seperti Novena, Rosario, Koronka dan baca Kitab Suci secara mendalam.
3. Bersikaplah realistis dan bersahaja, sebab pepatah mengatakan jika anda benar tidak ada yang ingat; tetapi bila anda bersalah, tidak pernah ada yang lupa akan kesalahanmu. Maka tenang-tenang saja di dalam Tuhan dalam segala situasi: suka-duka; sehat-sakit jadilah diri sendiri. Contohlah ibu Maria yang selalu setia dan mencoba memaknai segala persoalan yang hadir dalam kehidupannya. Bukankah Maria mengatakan : ìAku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanMu (Luk 1.38). Ayah Maria bertanya, Berapa lama kami harus berdoa, Pastor ? jawab Pastor, ìSelama-lamanya. Kalau anda percaya pasti akan terjadi. Cobalah 10 tahun berdoa untuk puterimu. Apa saya tidak salah dengar, Pastor? kata ayah Maria lagi. Tidak, pak, ini serius, jawab Pastor. Lalu keduanya kembali ke rumah dengan hati yang masih gundah. Hal ini disebabkan betapa lamanya 10 tahun harus berdoa untuk satu intensi saja. Jalan satu-satunya, adalah dijalankan dengan tekun.
Ternyata 10 tahun tidak terasa berlalu. Apa yang dikatakan oleh Pastor tersebut mulai berbuah. Pengertian dalam hal iman mulai terjadi dalam keluarga Maria-Aria yang telah dikaruniai 2 putera dan 1 puteri. Mereka saling berbagi dan saling mengasihi. Merekapun saling menghormati.mereka hidup dalam toleransi satu sama lain karena cinta; namun Pastor yang mengatakan hal itu telah tiada. Tetapi kata-katanya tetap hidup dan mengubah keluarga-keluarga yang kurang peduli akan kehidupan anak-anaknya, karena hanya memikirkan diri sendiri.
Di lain sisi, kedua orangtua Maria mendapat peneguhan. Ternyata kunci kekuatan hanya dalam ekaristi dan doa setiap hari. Dimana segala kepedihan disatukan dalam kasih dan kesetiaan Kristus yang terus memancar dalam kehidupan menggereja. Karena Yesus bersabda,Barang siapa yang haus, baiklah ia datang dan minumí (Yoh. 7:37). Sebagai orangtua, mereka hanya mempersembahkan puteri mereka kepada Yesus Sang Gembala utama. Karena Yesus bersabda,Akulah Gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawa bagi domba-dombanyaí (Yoh. 10 : 11). Inilah kekuatan yang diberikan Tuhan kepada mereka, yaitu Iman. Iman yang tumbuh dalam kesulitan; kegersangan dan kekalutan. Namun dalam situasi yang demikian Kasih Allah terus mengalir seperti sungai, tiada henti. Proses penyadaran dan pembelajaran sedang terjadi seperti yang dialami Habakuk yang mendaraskan kata-kata penuh makna: Sekalipun pohon ara tidak berbunga; Pohon anggur tidak berbuah; Hasil pohon zaitun mengecewakan; Sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, Namun aku akan bersorak-sorai di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. Allah Tuhanku itu kekuatanku; Ia membuat kakiku seperti kaki rusa; Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku(Habakuk 3 : 17-19).

Selamat merenungkannya dalam kasih Tuhan

Damai Kristus,
† Rm.Hubert Hady Setiawan Pr

Tidak ada komentar: