Minggu, 01 Juni 2008

HIDUP DALAM TANGAN TUHAN (Mazmur 30:13)

Made adalah seorang tukang sayur di pasar. Pagi-pagi benar ia sudah harus berada di pasar untuk menjajakan sayurnya. Fase yang ia harus lalui adalah: ia pergi ke pegunungan untuk mengambil sayuran dari kebun para petani sebagai penjual pertama. Katanya:íuntungnya amat sedikit kalau kita mendapat sayuran dari tangan kedua atau ketiga! Biar lelah karena harus pergi siang hari ke pegunungan tetapi hati senang karena mendapat keuntungan. Hal ini selalu berputar-putar dalam benaknya. Kegiatan rutin ini ia jalankan dengan penuh sukacita. Apalagi ketika musim turis sedang jaya-jayanya biasanya dangan Made cepat habis. Hal ini disebabkan langganannya cukup banyak,
Kegiatan rutin sebagai tonggak kehidupan telah dijalankannya bertahun-tahun. Tiba-tiba usahanya berkurang banyak sekali setelah ada bom di Legian. Inilah kisahnya dan refleksinya ketika ditanyakan tentang arti hidupnya saat ini.
ìBom Bali amat mengejutkan diriku. Rutinitas dan kebiasaan yang membuat kami dapat bernafas lega karena lancar-lancar saja dalam dunia usaha, kita hanya tinggal bayang-bayang yang nun jauh di sana. Kapan dapat diraih kembali? Belum tahu!
Sering aku duduk termenung merenungkan nasibku saat ini. Sayur yang kubawa ke pasar peminatnya sedikit. Karena itu aku hanya membawa sedikit saja. Dalam perjalanan kembali dari pegunungan, aku mempunyai beban. Sayuran begini banyak siapa yang mau beli? Kasihan pak petani, kasihan sopir-sopir, kasihan juga diriku sebab sayuran tidak ada yang beli sebanyak dulu, padahal para petani sudah menanam cukup banyak. Berapa banyak waktu yang telah diberikan, berapa ongkos dan biaya yang telah dikeluarkan? Tetapi apa boleh buat. Hidup ini harus diterima dalam suatu relita, katanya dengan penuh yakin.
Melihat dan mendengar apa yang diuraikan diatas kita dapat mengambil hikmah dari pengalaman Made untuk kita.
Secara psikologis terasa bahwa Made bersama teman-temannya merasa kehilangan berkat karena perilaku beberapa orang. Namun dalam situasi demikian kita dapat melihat betapa dalam refleksi Made tentang arti hidup. Ia melihat bahwa Tuhan mengajarkan kepadanya untuk belajar rendah hati, realistis. Ia merenungkan bahwa hidup harus dilihat melalui jalan keselamatan yang ditawarkan Tuhan kepada kita.
Mungkin pada saat kita jaya tanpa kita sadari kita lahir sebagai sosok arogan, sombong rohani dan besar kepala. Namun saat ini kita dapat belajar dari suatu pengalaman yakni melihat kembali melalui kedalaman hati sambil menyadari bahwa ada dua jenis kesombongan. Di satu sisi kesombongan karena manusia merasa mempunyai kemampuan yang canggih sehingga ia merasa tidak perlu bantuan dari atas dan di lain sisi kesombongan berarti bahwa ia dapat menerima pengampunan tanpa harus bertobat karena Allah mahakuasa dan maharahim sehingga ia menganggap Allah sebagai Yang sepele.
Dalam hal lainnya kita dapat juga melihat pengalaman kemanusiaan yang mengerikan ini merupakan sebuah jalan permenungan bahwa manusia dapat berdosa karena sikap acuh tak acuh; sifat tidak tahu terima kasih; lesu, jenuh dan benci terhadap segala hal termasuk Allah. Dalam situasi ini manusia merasa dirinya paling hebat, orang lain tidak punya kelebihan darinya, ya pokoknya ia menjadi seorang amat super power (ASP) sehingga hanya NATO (tak kerja, tak buat apa-apa, tetapi bocor kata-kata ñ no action talk only)
Maka dalam situasi ini kita sebaiknya mulai belajar beberapa hal rohani.
Pertama: Menyembah Allah yang berarti penuh hormat bakti dan takluk kepada Allah dan mengakui bahwa Allah itu ada dan amat besar kasihNya kepada kita.
Kedua, kita menyembah Allah melalui doa pujian dan doa syukur, doa syafaat dan doa permohonan kita. Doa adalah satu prasyarat yang mutlak perlu untuk menghayati perintah Allah. (Lihat Lukas 18:1)
Ketiga, kita menyembah Allah melalui kurban sebagai bukti penyembahan dan terimakasih, permohonan dan persekutuan dengan Allah. Kurban terindah dan terbesar sepanjang sejarah manusia dalah kurban yang dibawa Yesus di salib dalam penyerahan Diri sepenuhnya kepada kasih Bapa dan demi keselamatan kita.
Menurut St. Agustinus:îKurban yang benar adalah setiap karya yang dikerjakan untuk mengikuti Allah dalam persekutuan kudusî.
Dengan kata lain kita belajar melalui pikiran, perkataan dan perbuatan kita untuk hidup dalam tangan Tuhan. Apa saja yang terjadi direfleksikan dalam kaitannya dengan sejarah keselamatan Tuhan.

Selamat memasuki masa puasa dalam tangan Tuhan!

Tidak ada komentar: